Sadar atau tidak sadar,merasa atau tidak merasa dan mengakui atau tidak mengakui, kita telah terjebak dalam era " ketidak pedulian". Pandangan Materialistik telah menggiring kita kepada pandangan sempit dan pendek/instan.
Sekarang, ukuran keberhasilan, ukuran kepandaian, dan ukuran kehormatan dilihat dari seberapa banyak materi yg telah kita kumpulkan. Seberapa banyak Mobil mengkilat di garasi / carport kita, seberapa mewah dan tinggi rumah kita, seberapa "gemerincingi" gelang dan kalung emas kita/istri kita, seberapa sering kita "mengunjungi" mall, seberapa banyak "tentengan" ditangan kita sepulang dari "shopping", dan seberapa dan selengkap apa makanan di atas meja makan kita, menjadi sebuah "ukuran" bagi keberhasilan dan kehormatan.
Ukuran serba materi tersebut, telah menggiring kita kepada melupakan nilai-nilai "kebaikan" dalam kehidupan. Karena memang ukuran " kebaikan" tidak masuk dalam kriteria Materialistik. Pandangan sempit dan pendek/instan tidak melihat "Proses" sebagai nilai, bahkan terabaikan. Apa yang "tampak" dalam pandangan mata itulah ukurannya.
Oleh karena "Proses" sebagai sesuatu yg menjadi "tidak Penting", maka tidak ada kata tabu didalam "berproses". Lahirlah sebuah generasi dan era "bobrok". Pencuri Kelas Kakap yg bermobil mewah, rumah mentereng lebih dihormati di masyarakat dibandingkan seorang "soleh" yg bersepeda motor butut dan bersandal jepit. Seseorang yang "licik dan culas" disebut "Pandai", sementara seseorang yang "lurus dan jujur" disebut "Bodoh".
Kondisi seperti itu tidak saja berdampak kepada kerusakan moral saja, tetapi juga menimbulkan ekses lain yang tak kalah buruknya, yaitu "ketidak Pedulian". Pandangan materi sebagai ukuran telah menimbulkan "ketakutan" akan kehilangan materi dan kesempatan yg dimiliki. Dan, harapan untuk dapat dipandang "mempunyai materi" seperti yang lain telah mendorong kepada ketidak pedulian terhadap lingkungan sekitar maupun orang lain. Hal itu lebih diperparah lagi dengan adanya hembusan-hembusan dengan dalih dalih kebenaran/agama yang keliru yang tujuan sebenarnya adalah untuk "pembenaran" dari apa yg telah diperbuat.
Akhirnya, kita menjadi tidak peduli bahwa banyak yang "salah" disekitar kita, dengan dalih, asal kita tidak seperti mereka. Kita menjadi tidak peduli bahwa banyak yang "bobrok" disekitar kita, dengan dalih asal kita tidak bobrok dan seterusnya. Sebenarnya, dalih dalih tersebut hanya untuk menutupi "ketakutan" kita akan akan kehilangan materi, kehilangan ketenangan yang selama ini telah dimiliki dan kesempatan yang telah dimiliki.
Tidak itu saja, tetapi akhirnya kita menjadi "tidak peduli" terhadap kesengsaraan yang diderita oleh orang-orang disekitar kita maupun saudara - saudara kita sesama manusia. Terkadang, kita masih bisa makan dengan lahap sambil menonton TV yang menayangkan "pembantaian" dan "pembunuhan" di Irak / Afganistan, terkadang kita masih bisa bercanda ria sambil membaca berita kelaparan di Afrika, atau terkadang kita masih bisa membuat lelucon saat teman sekantor kita di PHK.
Benarkah rasa Empati kita sudah hilang ? Benarkah kita termasuk dalam kelompok orang orang yang materialisme? Benarkah kita termasuk orang orang yang tidak peduli ? Coba kita lihat tayangan ini... Kalo setelah melihat tayangan tersebut kita masih bisa tidur nyenyak.....kalo setelah melihat tayangan tersebut kita masih bisa makan dengan lahap....kalo setelah melihat tayangan tersebut kita masih bisa tertawa dengan terbahak bahak....kalo setelah melihat tayangan tersebut hati kita tidak risau, barangkali kita memang termasuk orang orang yang materialistis.
Oleh karenanya, pantaskah kita masih mengharap kebaikan Tuhan kelak dikemudian hari?............ ( @ hands )
Kamis, 29 Mei 2008
EMPATI
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar